Home » » Kisah/Riwayat Nabi Ibrahim AS (Mulai Membangun Ka'bah)

Kisah/Riwayat Nabi Ibrahim AS (Mulai Membangun Ka'bah)

alecobain | 08.37 | 0 komentar
Nabi Ibrahim as mendapatkan tempat khusus di sisi Allah SWT. Ibrahim termasuk salah satu nabi ulul azmi di antara lima nabi di mana Allah SWT mengambil dari mereka satu perjanjian yang berat. Kelima nabi itu adalah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad saw—sesuai dengan urutan diutusnya mereka. Ibrahim adalah seorang nabi yang diuji oleh Allah SWT dengan ujian yang jelas. Yaitu ujian di atas kemampuan manusia biasa. Meskipun menghadapi ujian dan tantangan yang berat, Nabi Ibrahim tetap menunjukkan sebagai seorang hamba yang menepati janjinya dan selalu menunjukan sikap terpuji. Allah SWT berfirman:
"Dan Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji. " (QS. an-Najm: 37).

Allah SWT menghormati Ibrahim dengan penghormatan yang khusus. Allah SWT menjadikan agamanya sebagai agama tauhid yang murni dan suci dari berbagai kotoran, dan Dia menjadikan akal sebagai alat penting dalam menilai kebenaran bagi orang-orang yang mengikuti agama-Nya.

Allah SWT memuji Ibrahim dalam flrman-Nya:
"Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). " (QS. an-Nahl: 120).

Nabi Ibrahim As dilahirkan dari keluarga yang mempunyai keahlian membuat patung atau berhala. Disebutkan bahwa ayahnya meninggal sebelum ia dilahirkan kemudian ia diasuh oleh pamannya di mana pamannya itu menduduki kedu­dukan ayahnya. Nabi Ibrahim pun memanggil dengan sebutan-sebutan yang biasa ditujukan kepada seorang ayah. Ada juga ada yang mengatakan bahwa ayahnya tidak meninggal dan Azar adalah benar-benar ayahnya. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Azar adalah nama salah satu patung yang cukup terkenal yang dibuat oleh ayahnya. Alhasil, Ibrahim berasal dari keluarga semacam ini.

Ayah Nabi Ibrahim adalah salah seorang seniman yang terbiasa memahat patung-patung sehingga profesi ayahnya mendapatkan kedudukan istimewa di tengah-tengah kaumnya. Keluarga Nabi Ibrahim sangat dihormati.

Nabi Ibrahim mengetahui saat beliau masih kecil bahwa ayahnya seseorang yang membuat patung-patung yang unik.[1] Pada suatu hari, ia bertanya terhadap ciptaan ayahnya kemudian ayahnya memberitahunya bahwa itu adalah patung-patung dari tuhan-tuhan. Nabi Ibrahim sangat keheranan melihat hal tersebut, kemudian timbul dalam dirinya—melalui akal sehatnya—penolakan terhadapnya. Uniknya, Nabi Ibrahim justru bermain-main dengan patung itu saat ia masih kecil, bahkan terkadang ia menunggangi pung­gung patung-patung itu seperti orang-orang yang biasa menung­gang keledai dan binatang tunggangan lainya. Pada suatu hari, ayahnya melihatnya saat menunggang punggung patung yang bernama Mardukh. Saat itu juga ayahnya marah dan memerintahkan anaknya agar tidak bermain-main dengan patung itu lagi.

Ibrahim bertanya: "Patung apakah ini wahai ayahku? Kedua telinganya besar, lebih besar dari telinga kita." Ayahnya menjawab: "Itu adalah Mardukh, tuhan para tuhan wahai anakku, dan kedua telinga yang besar itu sebagai simbol dari kecerdasan yang luar biasa." Ibrahim tampak tertawa dalam dirinya padahal saat itu beliau baru menginjak usia tujuh tahun. (Dalam Kitab Injil).


Ibrahim bertanya kepada ayahnya: "Dari apa tuhan-tuhan itu diciptakan? Orang tua itu menjawab: "Ini dari kayu-kayu pelepah kurma, itu dari zaitun, dan berhala kecil itu dari gading. Lihatlah alangkah indahnya. Hanya saja, ia tidak memiliki nafas." Ibrahim berkata: "Jika para tuhan tidak memiliki nafas, maka bagaimana mereka dapat memberikan nafas? Bila mereka tidak memiliki kehidupan bagiamana mereka memberikan kehidupan? Wahai ayahku, pasti mereka bukan Allah." Mendengar ucapan Ibrahim itu, sang ayah menjadi berang dan marah sambil berkata: "Seandainya engkau sudah dewasa niscaya aku pukul dengan kapak ini."

Ibrahim berkata: "Wahai ayahku, jika para tuhan mambantu dalam penciptaan manusia, maka bagaimana mungkin manusia menciptakan tuhan? Jika para tuhan diciptakan dari kayu, maka membakar kayu merupakan kesalahan besar, tetapi katakanlah wahai ayahku, bagaimana engkau menciptakan tuhan-tuhan dan membuat baginya tuhan yang cukup baik, namun bagaimana tuhan-tuhan membantumu untuk membuat anak-anak yang cukup banyak sehingga engkau menjadi orang yang paling kuat di dunia?"

Selesailah dialog antara Ibrahim dan ayahnya dengan terjadinya pemukulan oleh si ayah terhadap Ibrahim. Sejak usia anak-anak, hati Ibrahim menanam rasa benci terhadap patung-patung yang dibuat oleh ayahnya sendiri. Ibrahim tidak habis mengerti, bagaimana manusia yang berakal membuat patung-patung dengan tangannya sendiri kemudian setelah itu ia sujud dan menyembah terhadap apa yang dibuatnya.

Kaum Nabi Ibrahim mempunyai tempat penyembahan yang besar yang dipenuhi berbagai macam berhala. Di tengah-tengah tempat penyembahan itu terdapat mihrab yang diletakkan di dalamnya patung-patung yang paling besar. Ibrahim mengunjungi tempat itu bersama ayahnya saat ia masih kecil. Ibrahim memandang berhala-berhala yang terbuat dari batu-batuan dan kayu itu dengan pandangan yang menghinakan. Hal ini sangat mengheran­kan masyarakat pada saat itu karena saat memasuki tempat penyem­bahan itu, mereka menampakkan ketundukan dan kehormatan di hadapan patung-patung. Bahkan mereka mengangis dan memohon berbagai macam hal. Seakan-akan patung-patung itu mendengar apa yang mereka keluhkan dan bicarakan.

Mula-mula pemandangan tersebut membuat Ibrahim tertawa kemudian lama-lama Ibrahim marah. Hal yang mengherankan baginya bahwa manusia-manusia itu semuanya tertipu, dan yang semakin memperumit masalah adalah, ayah Ibrahim ingin agar Ibrahim menjadi dukun saat ia besar. Ayah Ibrahim tidak menginginkan apa-apa kecuali agar Ibrahim memberikan penghormatan kepada patung-patuung itu, namun ia selalu mendapati Ibrahim menentang dan meremehkan patung-patung itu.

Pada suatu hari Ibrahim bersama ayahnya masuk di tempat penyembahan itu. Saat itu terjadi suatu pesta dan perayaan di hadapan patung-patung, dan di tengah-tengah perayaan tersebut terdapat seorang tokoh dukun yang memberikan pengarahan tentang kehebatan tuhan berhala yang paling besar. Dengan suara yang penuh penghayatan, dukun itu memohon kepada patung agar menyayangi kaumnya dan memberi mereka rezeki. Tiba-tiba keheningan saat itu dipecah oleh suara Ibrahim yang ditujukan kepada tokoh dukun itu: "Hai tukang dukun, ia tidak akan pernah mendengarmu. Apakah engkau meyakini bahwa ia mendengar?" Saat itu manusia mulai kaget. Mereka mencari dari mana asal suara itu. Ternyata mereka mendapati bahwa suara itu suara Ibrahim. Lalu tokoh dukun itu mulai menampakkan kerisauan dan kemarahannya. Tiba-tiba si ayah berusaha menenangkan keadaan dan mengatakan bahwa anaknya sakit dan tidak mengetahui apa yang dikatakan.

"Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak dapat mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah setan, sesung­guhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dan Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi setan.'" (QS. Maryam: 42-45).

Sang ayah segera bangkit dan ia tak kuasa lagi untuk meledakkan amarahnya kepada Ibrahim:

"Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan aku rajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama." (QS. Maryam: 46).

Jika engkau tidak berhenti dari dakwahmu ini, sungguh aku akan merajammu. Aku akan membunuhmmu dengan pukulan batu. Demikian balasan siapa pun yang menentang tuhan. Keluarlah dari rumahku! Aku tidak ingin lagi melihatmu. Keluar!

Akhirnya, pertentangan itu membawa akibat pengusiran Nabi Ibrahim dari rumahnya, dan beliau pun terancam pembunuhan dan perajaman.

Nabi Ibrahim pun keluar dari rumah ayahnya. Beliau meninggalkan kaumnya dan sesembahan-sembahan selain Allah SWT. Beliau menetapkan suatu urusan dalam dirinya, beliau mengetahui bahwa di sana ada pesta besar yang diadakan di tepi sungai di mana manusia-manusia berbondong-bondong menuju kesana. Beliau menunggu sampai perayaan itu datang di mana saat itu kota men­jadi sunyi karena ditinggalkan oleh manusia yang hidup di dalamnya dan mereka menuju ke tempat itu. Jalan-jalan yang menuju tempat penyembahan menjadi sepi dan tempat penyembahan itu pun ditinggalkan oleh penjaganya. Semua orang mengikuti pesta itu.

Dengan penuh hati-hati, Ibrahim memasuki tempat penyembahan dengan membawa kapak yang tajam. Ibrahim melihat patung-patung tuhan yang terukir dari batu-batu dan kayu-kayu. Ibrahim pun melihat makanan yang diletakkan oleh manusia di depannya sebagai hadiah dan nazar. Ibrahim mendekat pada patung-patung itu. Kepada salah satu patung—dengan nada bercanda—ia berkata: "Makanan yang ada di depanmu hai patung telah dingin. Mengapa engkau tidak memakannya. Namun patung itu tetap membisu." Ibrahim pun bertanya kepada patung-patung lain di sekitarnya:
"Kemudian ia pergi dengan diam-diam kepada berhala-berhala mereka; lalu ia berkata" Mengapa kalian tidak makan?" (QS. ash-Shaffat: 91)

Ibrahim mengejek patung-patung itu. Ibrahim mengetahui bahwa patung itu memang tidak dapat memakannya. Ibrahim bertanya kepada patung-patung itu:
"Mengapa kamu tidak menjawab?" (QS. ash-Shaffat: 92).

Ibrahim pun langsung mengangkat kapak yang ada di tangannya dan mulai menghancurkan tuhan-tuhan yang palsu yang disembah oleh manusia. Ibrahim menghancurkan seluruh patung-patung itu dan hanya menyisakan satu patung, lalu beliau menggantungkan kapak itu dilehernya. Setelah melaksanakan tugas itu, beliau pergi menuju ke gunung. Beliau telah bersumpah untuk membawa suatu bukti yang jelas, bahkan bukti praktis tentang kebodohan kaumnya dalam menyembah selain Allah SWT.

Akhirnya, pesta perayaan itu selesai dan manusia kembali ke tempat mereka masing-masing. Dan ketika salah seorang masuk ke tempat sembahan itu ia pun berteriak. Manusia-manusia datang menolongnya dan ingin mengetahui apa sebab di balik teriakan itu. Dan mereka mengetahui bahwa tuhan-tuhan semuanya telah hancur yang tersisa hanya satu. Mereka mulai berpikir siapa penyebab semua ini. Akhirnya mereka pun mengetahui dan menyadari bahwa ini adalah ulah Ibrahim yang telah mengajak mereka untuk me­nyembah Allah SWT.

"Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim"." (QS. al-Anbiya': 60).

Mereka segera mendatangi Ibrahim. Ketika Ibrahim datang mereka bertanya kepadanya:

"Mereka bertanya: "Apakah benar engkau yang melakukan semua ini terhadap tuhan kami wahai Ibrahim?" (QS. al-Anbiya': 62)

Ibrahim membalas dengan senyuman lalu ia menunjuk kepada tuhan yang paling besar yang tergantung di lehernya sebuah kapak. "Tidak!"

"Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara". " (QS. al-Anbiya': 63).

Para dukun berkata: "Siapa yang harus kita tanya?" Ibrahim menjawab: "Tanyalah kepada tuhan kalian." Kemudian mereka berkata: "Bukankah engkau mengetahui bahwa tuhan-tuhan itu tidak berbicara." Ibrahim membalas: "Mengapa kalian menyembah se­suatu yang tidak mampu berbicara, sesuatu yang tidak mampu memberikan manfaat dan sesuatu yang tidak mampu memberikan mudarat. Tidakkah kalian mau berpikir sebentar di mana letak akal kalian. Sungguh tuhan-tuhan kalian telah hancur sementara tuhan yang paling besar berdiri dan hanya memandanginya. Tuhan-tuhan itu tidak mampu menghindarkan gangguan dari diri mereka, dan bagaimana mereka dapat mendatangkan kebaikan buat kalian. Tidakkah kalian mau berpikir sejenak. Kapak itu tergantung di tuhan yang paling besar tetapi anehnya dia tidak dapat menceritakan apa yang terjadi. Ia tidak mampu berbicara, tidak mendengar, tidak bergerak, tidak melihat, tidak memberikan manfaat, dan tidak membahayakan. Ia hanya sekadar batu, lalu mengapa manusia menyembah batu? Di mana letak akal pikiran yang sehat?"

Nabi Ibrahim mampu menundukkan mereka dengan argumentasi dan logika berpikir yang sehat. Tetapi mereka membalasnya dengan menetapkan akan menggantungnya di dalam api. Sungguh ini sangat mengherankan. Suatu mahkamah yang mengerikan digelar di mana si tertuduh akan dihukum dengan pembakaran.

Para penentang itu berkata kepada pengikutnya: "Bakarlah Ibrahim, dan tolonglah tuhan kalian jika kalian benar-benar menyembahnya." Mereka pun terpengaruh dengan ucapan tersebut. Mereka pun menyiapkan alat-alat untuk membakar Nabi Ibrahim.

Tersebarlah berita itu di kerajaan dan di seluruh negeri. Manusia-manusia berdatangan dari berbagai pelosok, dari gunung-gunung, dari berbagai desa, dan dari berbagai kota untuk menyaksikan balasan yang diterima bagi orang yang berani menentang tuhan, bahkan menghancurkannya. Mereka menggali lobang besar yang dipenuhi kayu-kayu, batu-batu, dan pohon-pohon lalu mereka menyalakan api di dalamnya. Kemudian mereka mendatangkan manjaniq, yaitu suatu alat yang dapat digunakan untuk melempar Nabi Ibrahim ke dalam api sehingga ia jatuh ke dalam lubang api. Mereka meletakkan Nabi Ibrahim setelah mereka mengikat kedua tangannya dan kakinya pada manjaniq itu. Api pun mulai menyala dan asapnya mulai membumbung ke langit. Manusia yang melihat peristiwa itu berdiri agak jauh dari galian api itu karena saking panasnya. Lalu, seorang tokoh dukun memerintahkan agar Ibrahim dilepaskan ke dalam api.

Tiba-tiba malaikat Jibril berdiri di hadapan Nabi Ibrahim dan bertanya kepadanya: "Wahai Ibrahim, tidakkah engkau memiliki keperluan?" Nabi Ibrahim menjawab: "Aku tidak memerlukan sesuatu darimu." Nabi Ibrahim pun dilepaskan lalu dimasukkan ke dalam kubangan api. Nabi Ibrahim terjatuh dalam api. Api pun mulai mengelilinginya, lalu Allah SWT menurunkan perintah kepada api, Allah SWT berkata:

"Wahai api jadilah engkau dingin dan membawa keselamatan kepada Ibrahim." (QS. al-Anbiya': 69).

Api pun tunduk kepada perintah Allah SWT sehingga ia menjadi dingin dan membawa keselamatan bagi Nabi Ibrahim. Api hanya membakar tali-tali yang mengikat Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim dengan tenang berada di tengah-tengah api seakan-akan beliau duduk di tengah-tengah taman. Beliau memuji Allah SWT, Tuhannya dan mengagungkan-Nya. Yang ada di dalam hatinya hanya cinta kepada sang Kekasih, yaitu Allah SWT.

Nabi Ibrahim mendengar suatu suara yang memanggil-manggilnya. Nabi Ibrahim bertanya: "Siapa yang memanggilku?" Ketika itu Nabi Ibrahim men­dengar suara yang berkata: "Aku adalah malaikat Jibril. Nabi Ibrahim menjadi takut, tetapi malaikat itu segera menenangkannya sambil berkata: "Jangan takut, hai Ibrahim karena engkau adalah kekasih Allah SWT, dan ketika engkau menghancurkan tuhan-tuhan sembahan manusia, Allah SWT memilihmu sebagai pemimpin para malaikat dan para nabi." Kemudian—masih kata Injil Barnabas: "Nabi Ibrahim bertanya apa yang harus dilakukan untuk menyembah tuhan para malaikat dan para nabi?" Jibril menjawab: "Bahwa hendaklah beliau pergi ke sumber ini dan mandi, agar dapat mendaki gunung sehingga Allah SWT berbicara dengannya."

Kemudian Nabi Ibrahim mendaki gunung, lalu Allah SWT menyerunya. Nabi Ibrahim menjawab: "Siapa yang memanggilku?" Allah SWT berkata: "Aku adalah Tuhanmu, hai Ibrahim." Nabi Ibrahim gemetar ketakutan dan sujud di atas bumi dan beliau berkata: "Wahai Tuhanku, bagaimana hamba-Mu mendengar seruan-Mu sementara ia adalah tanah dan abu." Di sanalah Allah SWT memerintahkannya agar beliau bangkit karena Allah SWT telah memilihnya sebagai hamba-Nya dan Dia telah memberkatinya dan orang-orang yang mengikutinya.

Nabi Ibrahim pun akhirnya terlibat adu argumentasi dengan raja yang menyangka bahwa dirinya adalah tuhan kaumnya. Raja itu menyuruh mereka untuk menyembahnya. Dalam rangka menjaga kepentingannya, boleh jadi memang ia menyangka bahwa dirinya tuhan. Karena Allah SWT telah memberikannya suatu kerajaan yang besar, ia lupa bahwa ia hanya manusia biasa. Kita tidak mengetahui, apakah ia seorang raja atas kaum Nabi Ibrahim lalu ia mendengar kisah mukjizatnya kemudian ia memanggilnya untuk berdebat dengan beliau, atau mungkin ia raja dari daerah lain. Tapi yang kita ketahui bahwa pertemuan di antara keduanya menyebabkan jatuhnya argumen-argumen orang kafir.(QS. al-Baqarah: 258).

raja itu berkata kepada Nabi Ibrahim: "Aku mendengar bahwa Anda mengajak manusia untuk menyembah Tuhan yang baru dan meninggalkan tuhan yang lama." Nabi Ibrahim menjawab: "Tiada Tuhan lain selain Allah Yang Maha Esa." Si Raja berkata: "Apa yang dilakukan oleh tuhanmu yang tidak dapat aku lakukan?" Raja yang terkena penyakit sombong dan bangga diri itu adalah raja yang tidak tahu diri. Penghormatan manusia dan ketertundukkan manu­sia kepadanya itu justru meningkatkan kesombongannya. Nabi Ibrahim mendengar apa yang dikatakan oleh si raja. Nabi Ibrahim mengetahui segala sesuatunya. Nabi Ibrahim berkata dengan lembut: "Tuhanku adalah yang mampu menghidupkan dan mematikan."

Si raja membalas: "Aku pun menghidupkan dan mematikan."

Nabi Ibrahim tidak bertanya bagaimana si raja menghidupkan dan mematikan. Nabi Ibrahim tahu bahwa sebenarnya ia berbohong. Raja berkata: "Aku mampu menghadirkan seseorang yang sedang berjalan lalu aku membunuhnya, dan pada kesempatan yang lain aku mampu memaafkan orang yang sudah dipastikan untuk dihukum gantung lalu aku menyelamatkannya dari kematian. Dengan demikian, aku mampu memberi kehidupan dan kematian."

Nabi Ibrahim berkata:

"Sesungguhnya Allah mampu mendatangkan matahari dari timur, maka kalau engkau mampu datangkanlah ia dari barat." (QS. al-Baqarah: 258).

Mendengar tantangan Nabi Ibrahim itu, raja menjadi terpaku dan terdiam ia merasa tidak mampu. la tidak mampu berkata-kata lagi. Nabi Ibrahim berkata kepada raja bahwa Allah SWT mampu mendatangkan matahari dari timur, apakah ia mampu mendatangkan matahari dari barat. Tentu raja tidak mampu mendatangkannya.

Saat itu si raja merasa tidak mampu memenuhi tantangan itu. Ia justru membisu. Ia tidak mengetahui apa yang harus dikatakannya dan apa yang harus dilakukannya. Setelah orang-orang kafir diam mem­bisu, Nabi Ibrahim meninggalkan istana raja. Kemudian ketenaran Nabi Ibrahim tersebar di segala penjuru negeri. Manusia mulai ramai-ramai membicarakan mukjizatnya dan keselamatanya dari api.

Nabi Ibrahim tetap melanjutkan dakwahnya di jalan Allah SWT. Nabi Ibrahim mencurahkan tenaga dan upayanya untuk membimbing kaumnya. Nabi Ibrahim berusaha menyadarkan mereka dengan berbagai cara. Meskipun beliau sangat cinta dan menyayangi mereka, mereka malah justru marah kepadanya dan malah mengusirnya. Dan tiada yang beriman bersamanya kecuali seorang perempuan dan seorang lelaki. Perempuan itu bernama Sarah yang kemudian menjadi istrinya sedangkan laki-laki itu adalah Luth yang kemudian menjadi nabi setelahnya.

Nabi Ibrahim keluar meninggalkan negerinya dan memulai petualangannya dalam hijrah. Nabi Ibrahim pergi ke kota yang bernama Aur dan ke kota yang lain bernama Haran, kemudian beliau pergi ke Palestina bersama istrinya, satu-satunya wanita yang beriman kepadanya. Beliau juga disertai Luth. Setelah ke Palestina, Nabi Ibrahim pergi ke Mesir. Selama perjalanan ini Nabi Ibrahim mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT, bahkan beliau berjuang dalam hal itu denqan gigih. Beliau mengabdi dan membantu orang-orang yang tidak mampu dan orang-orang yang lemah. Beliau menegakkan keadilan di tengah-tengah manusia dan menunjukkan kepada mereka jalan yang benar.

Istri Nabi Ibrahim, Sarah, tidak melahirkan, lalu raja Mesir memberikan seorang pembantu dari Mesir yang dapat membantunya. Nabi Ibrahim telah menjadi tua dan rambutnya memutih di mana beliau menggunakan usianya hanya untuk berdakwah di jalan Allah SWT. Sarah berpikir bahwa ia dan Nabi Ibrahim tidak akan mempunyai anak, lalu ia berpikir bagaimana seandainya wanita yang membatunya itu dapat menjadi istri kedua dari suaminya. Wanita Mesir itu bernama Hajar. Akhirnya, Sarah menikah-kan Nabi Ibrahim dengan Hajar, kemudian Hajar melahirkan anaknya yang pertama yang dinamakan oleh ayahnya dengan nama Ismail. Nabi Ibrahim saat itu menginjak usia yang sangat tua ketika Hajar melahirkan anak pertamanya, Ismail.

Nabi Ibrahim hidup di bumi Allah SWT dengan selalu menyembah-Nya, bertasbih, dan menyucikan-Nya. Kita tidak mengetahui, berapajauh jarak yang ditempuh Nabi Ibrahim dalam perjalanannya. Beliau adalah seorang musafir di jalan Allah SWT. Seorang musafir di jalan Allah SWT menyadari bahwa hari-hari di muka bumi sangat cepat berlalu, kemudian di tiupkan sangkakala lalu terjadilah hari kiamat dan kemudian hari kebangkitan.

Pada suatu hari Nabi Ibrahim bangun lalu beliau memerintahkan istrinya, Hajar, untuk membawa anaknya bersiap-siap untuk melalui perjalanan panjang. Setelah beberapa hari, dimulailah perjalanan Nabi Ibrahim ber-sama istrinya Hajar beserta anak mereka, Ismail. Saat itu Ismail masih menyusu pada ibunya.

Nabi Ibrahim berjalan di tengah-tengah tanah yang penuh dengan tanaman, melewati gurun dan gunung-gunung. Kemuudian beliau memasuki tanah Arab. Nabi Ibrahim menuju ke suatu lembah yang di dalamnya tidak ada tanaman, tidak ada buah-buahan, tidak ada pepohonan, tidak ada makanan dan tidak ada air. Lembah itu kosong dari tanda-tanda kehidupan. Nabi Ibrahim sampai ke lembah, lalu beliau turun dari atas punggung hewan tunggangannya. Lalu beliau menurunkan istrinya dan anaknya dan meninggalkan mereka di sana. Mereka hanya dibekali dengan makanan dan sedikit air yang tidak cukup untuk kebutuhan dua hari.

Ketika beliau mulai meninggalkan mereka dan berjalan, tiba-tiba istrinya segera menyusulnya dan berkata kepadanya: "Wahai Ibrahim, ke mana engkau pergi? Mengapa engkau meninggalkan kami di lembah ini, padahal di dalamnya tidak terdapat sesuatu pun." Nabi Ibrahim tidak segera menjawab dan ia tetap berjalan. Istrinya pun kembali mengatakan perkataan yang dikatakan sebelumnya. Namun Nabi Ibrahim tetap diam. Akhirnya, si istri memahami bahwa Nabi Ibrahim tidak bersikap demikian kecuali mendapat perintah dari Allah SWT. Kemudian si istri bertanya: "Apakah Allah SWT memerintahkannya yang demikian ini?" Nabi Ibrahim menjawab: "Benar." Istri yang beriman itu berkata: "Kalau begitu, kita tidak akan disia-siakan." Nabi Ibrahim menuju ke tempat di suatu gunung lalu beliau mengangkat kedua tangannya untuk berdoa kepada Allah SWT:

"Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempuyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. " (QS. Ibrahim: 37).

Nabi Ibrahim meninggalkan istrinya dan anaknya yang masih menyusu di padang sahara. Ibu Ismail menyusui anaknya dan mulai merasakan kehausan. Saat itu matahari bersinar sangat panas dan membuat manusia mudah merasa haus. Setelah dua hari, habislah air dan keringlah susu si ibu. Hajar dan Ismail merasakan kehausan, dan makanan telah tiada sehingga saat itu mereka merasakan kesulitan yang luar biasa. Ismail mulai menangis kehausan dan ibunya meninggalkannya untuk mencarikan air. Si ibu berjalan dengan cepat hingga sampai di suatu gunung yang bernama Shafa. Ia menaikinya dan meletakkan kedua tangannya di atas keningnya untuk melindungi kedua matanya dari sengatan mata­hari. Ia mulai mencari-cari sumber air atau sumur atau seseorang yang dapat membantunya atau kafilah atau musafir yang dapat menolongnya atau berita namuii semua harapannya itu gagal. Ia segera turun dari Shafa dan ia mulai berlari dan melalui suatu lembah dan sampai ke suatu gunung yang bernama Marwah. Ia pun mendakinya dan melihat apakah ada seseorang tetapi ia tidak melihat ada seseorang.

Si ibu kembali ke anaknya dan ia masih mendapatinya dalam keadaan menangis dan rasa hausnya pun makin bertambah. Ia segera menuju ke Shafa dan berdiri di atasnya, kemudian ia menuju ke Marwah dan melihat-lihat. Ia mondar-mandir, pulang dan pergi antara dua gunung yang kecil itu sebanyak tujuh kali. Oleh karenanya, orang-orang yang berhaji berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Ini adalah sebagai peringatan terhadap ibu mereka yang pertama dan nabi mereka yang agung, yaitu Ismail.

Setelah putaran ketujuh, Hajar kembali dalam keadaan letih dan ia duduk di sisi anaknya yang masih menangis. Di tengah-tengah situasi yang sulit ini, Allah SWT menurunkan rahmat-Nya. Ismail pun memukul-mukulkan kakinya di atas tanah dalam keadaan menangis, lalu memancarlah di bawah kakinya sumur zamzam sehingga kehidupan si anak dan si ibu menjadi terselamatkan. Si ibu mengambil air dengan tangannya dan ia bersyukur kepada Allah SWT. Ia pun meminum air itu beserta anaknya, dan kehidup­an tumbuh dan bersemi di kawasan itu. Sungguh benar apa yang dikatakannya bahwa Allah SWT tidak akan membiarkannya selama mereka berada di jalan-Nya.

Kafilah musafir mulai tinggal di kawasan itu dan mereka mulai mengambil air yang terpancar dari sumur zamzam. Tanda-tanda kehidupan mulai mengepakkan sayapnya di daerah itu. Ismail mulai tumbuh dan Nabi Ibrahim menaruh kasih sayang dan perhatian padanya, lalu Allah SWT mengujinya dengan ujian yang berat.

Nabi Ibrahim tidur, dan dalam tidurnya beliau melihat dirinya sedang menyembelih anaknya, anak satu-satunya yang dicintainya. Timbullah pergolakan besar dalam dirinya. Sungguh salah kalau ada orang mengira bahwa tidak ada pergolakan dalam dirinya. Nabi Ibrahim benar-benar diuji dengan ujian yang berat. Ujian yang langsung berhubungan dengan emosi kebapakan yang penuh dengan cinta dan kasih sayang. Nabi Ibrahim berpikir dan merenung. Kemudian datanglah jawaban bahwa Allah SWT melihatkan kepadanya bahwa mimpi para nabi adalah mimpi kebenaran. Dalam mimpinya, Nabi Ibrahim melihat bahwa ia menyembelih anak satu-satunya. Ini adalah wahyu dari Allah SWT dan perintah dari-Nya untuk menyembelih anaknya yang dicintainya.

"Ibrahim berkata: 'Wahai anakku sesungguhnya aku melihat di dalam mimpi, aku menyembelihmu, maka bagaimana pendapatmu. " (QS. ash-Shaffat: 102).

Ismail menjawab sama dengan jawaban dari ayahnya itu bahwa perintah itu datangnya dari Allah SWT yang karenanya si ayah harus segera melaksanakannya:

"Wahai ayahku kerjakanlah yang diperintahkan Tuhanmu. Insya Allah engkau mendapatiku sebagai orang-orang yang sabar." (QS. ash-Shaffat: 102).

Perhatikanlah jawaban si anak. Ia mengetahui bahwa ia akan disembelih sebagai pelaksanaan perintah Tuhan, namun ia justru menenangkan hati ayahnya bahwa dirinya akan bersabar. Itulah puncak dari kesabaran.

"Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim, membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya)." (QS. ash-Shaffat: 103)

Al-Qur'an menggunakan ungkapan tersebut ketika keduanya menyerahkan diri terhadap pertintah Allah SWT. Ini adalah wujud Islam yang hakiki. Hendaklah engkau memberikan sesuatu untuk Islam sehingga tidak ada sesuatu pun yang tersisa darimu. Pada saat pisau siap untuk digunakan sebagai perintah dari Allah SWT, Allah SWT memanggil Ibrahim. Selesailah ujiannya, dan Allah SWT menggantikan Ismail dengan suatu kurban yang besar.

Peristiwa tersebut kemudian diperingati sebagai hari raya oleh kaum Muslim, yaitu hari raya yang mengingatkan kepada mereka tentang Islam yang hakiki yang dibawa dan di amalkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail.

Nabi Ibrahim meninggalkan anaknya dan kembali berdakwah di bumi Allah SWT. Nabi Ibrahim berhijrah dari tanah Kaldanin tempat kelahirannya di Irak.

Saat berdakwah, beliau tidak lupa bertanya tentang kisah Nabi Luth bersama kaumnya. Nabi Luth adalah orang yang pertama kali beriman kepadanya. Allah SWT telah memberinya pahala dan telah mengutusnya sebagai Nabi kepada kaum yang menentang kebenaran.

Nabi Ibrahim duduk di luar kemahnya dan memikirkan tentang anaknya Ismail, dan kisah mimpinya serta tentang tebusan dari Allah SWT berupa kurban yang besar. Nabi Ibrahim mengingat Ismail dan mulai rindu kepadanya.

Dalam situasi seperti itu, turunlah malaikat (Jibril, Israfil, dan Mikail) ke bumi Jibril. Mereka berubah wujud menjadi manusia yang indah dan tampan. Melihat wajah-wajah yang bersinar itu. Nabi Ibrahim tidak mengenal mereka. Mereka mengawali ucapan salam. Dan Nabi Ibrahim membalas salam mere­ka. Nabi Ibrahim bangkit dari tempatnya dan menyambut mereka. Nabi Ibrahim mempersilakan mereka masuk ke dalam rumahnya. Nabi Ibrahim mengira bahwa mereka adalah tamu-tamu asing. Nabi Ibrahim mempersilahkan mereka duduk, dan kemudian ia meminta izin kepada mereka untuk keluar dan menemui keluarganya. Sarah, istrinya, bangun ketika Nabi Ibrahim masuk menemuinya. Saat itu Sarah sudah mulai tua dan rambutnya mulai memutih.

Nabi Ibrahim berkata kepada istrinya: "Aku dikunjungi oleh tiga orang asing." Istrinya bertanya: "Siapakah mereka?" Nabi Ibrahim menjawab: "Aku tidak mengenal mereka." "Apakah ada makanan yang dapat kita berikan kepada mereka?" Sarah berkata: "Separo daging kambing." Nabi Ibrahim berkata: "Hanya separo daging kambing. Kalau begitu, sembelihlah satu kambing yang gemuk. Mereka adalah tamu-tamu yang istimewa. Mereka tidak memiliki hewan tunggangan atau makanan. Barangkali mereka lapar, atau barangkali mereka orang-orang yang tidak mampu."

Nabi Ibrahim adalah orang yang sangat dermawan dan beliau mengetahui bahwa Allah SWT pasti membalas orang-orang yang dermawan. Barangkali di rumahnya tidak ada hewan lain selain kambing itu, tetapi karena kedermawanannya, beliau pun menghidangkan kambing itu untuk tamunya. Nabi Ibrahim memperhatikan sikap tamu-tamunya, namun tak seorang pun di antara tamunya yang mengulurkan tangan. Nabi Ibrahim mendekatkan makanan itu kepada mereka sambil berkata: "Mengapa kalian tidak makan?" Nabi Ibrahim kembali ke tempatnya sambil mencuri pandangan, tapi lagi-lagi mereka masih tidak memakannya. Saat itu Nabi Ibrahim merasakan ketakutan.

Dalam tradisi kaum Badui diyakini bahwa tamu yang tidak mau makan hidangan yang disajikan oleh tuan rumah, maka ini berarti bahwa ia hendak berniat jelek pada tuan rumah. Kemudian Nabi Ibrahim mengajak mereka makan, lalu mereka duduk di atas meja makan tetapi mereka tidak makan sedikit pun. Bertambahlah ketakutan Nabi Ibrahim.

Beliau mengangkat pandangannya, lalu beliau mendapati istrinya Sarah berdiri di ujung kamar. Melalui pandangannya yang membisu, Nabi Ibrahim hendak mengatakan bahwa ia merasa takut terhadap tamu-tamunya, namun wanita itu tidak memahaminya. Nabi Ibrahim berpikir bahwa tamu-tamunya itu berjumlah tiga orang dan mereka tampak masih muda-muda sedangkan ia sudah tua. Para malaikat dapat membaca pikiran yang bergolak dalam diri Nabi Ibrahim. Salah seorang malaikat berkata padanya: "Janganlah engkau takut." Nabi Ibrahim mengangkat kepalanya dan dengan penuh kejujuran ia berkata: "Aku mengakui bahwa aku merasa takut. Aku telah mengajak kalian untuk makan dan telah menyambut kalian, tapi kalian tidak mau memakannya. Apakah kalian mempunyai niat buruk kepadaku?" Salah seorang malaikat tersenyum dan berkata: "Kita tidak makan wahai Ibrahim, karena kita adalah malaikat-malaikat Allah SWT dan kami telah diutus kepada kaum Luth."

Mendengar semua itu, istri Nabi Ibrahim tertawa. Ia berdiri mengikuti dialog yang terjadi antara suaminya dan rnereka. Salah seorang malaikat menoleh kepadanya dan memberinya kabar gembira tentang kelahiran Ishak. Allah SWT memberimu kabar gembira dengan kelahiran Ishak. Wanita tua itu dengan penuh keheranan berkata:

"Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sangat tua pula?" (QS. Hud: 72)

Dan salah seorang malaikat kembali berkata kepadanya:

"Dan sesudah Ishak (lahir pula) Ya'qub." (QS. Hud: 71)

Engkau akan menyaksikan kelahiran cucumu. Bergolaklah berbagai perasaan dalam had Nabi Ibrahim dan istrinya. Suasana di kamar pun berubah dan hilanglah rasa takut dari Nabi Ibrahim. Kemudian hatinya dipenuhi dengan kegembiraan. Istrinya yang mandul berdiri dalam keadaan gemetar, karena berita gembira yang dibawa oleh para malaikat itu cukup menggoncangkan jiwanya. Ia adalah wanita yang tua dan mandul dan suaminya juga laki-laki tua, maka bagaimana mungkin, padahal dia adalah wanita tua.

"Para malaikat itu berkata: 'Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahhan atas kamu, hai Ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.'" (QS. Hud: 73).

Nabi Ibrahim mengetahui maksud pengutusan para malaikat pada Luth dan kaumnya. Ini berarti akan terjadi suatu hukuman yang mengerikan. Karakter Nabi Ibrahim yang penyayang dan lembut menjadikannya tidak mampu menahan kehancuran suatu kaum. Barangkali kaum Luth akan bertaubat dan masuk Islam serta menaati perintah rasul mereka. Nabi Ibrahim mulai mendebat para malaikat tentang kaum Luth. Nabi Ibrahim berbicara kepada me­reka, bahwa boleh jadi mereka akan beriman dan keluar dari jalan penyimpangan. Namun para malaikat memahamkannya bahwa kaum Luth adalah orang-orang yang jahat, dan bahwa tugas mereka adalah mengirim batu-batuan yang panas dari sisi Tuhan bagi orang-orang yang melampaui batas.

Allah SWT berfirman:
"Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Qur'an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh keluarganya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya." (QS. Maryam: 54-55)

Baitullah
Ismail hidup di semenanjung Arab sesuai dengan kehendak Al­lah SWT. Ismail memelihara kuda dan terhibur dengannya serta memanfaatkannya untuk keperluannya. Sedangkan air zamzam sangat membantu orang-orang yang tinggal di daerah itu. Kemudian sebagian kafilah menetap di situ dan sebagian kabilah tinggal di tempat itu. Nabi Ismail tumbuh menjadi dewasa dan menikah. Lalu ayahnya, Nabi Ibrahim, mengunjunginya dan tidak menemukannya dalam rumah namun ia hanya mendapati istrinya. Nabi Ibrahim bertanya kepadanya tentang kehidupan mereka dan keadaan mereka. Istrinya mengadukan padanya tentang kesempitan hidup dan kesulitannya. Nabi Ibrahim berkata padanya: "Jika datang suamimu, maka perintahkan padanya untuk mengubah gerbang pintunya."
Ketika Nabi Ismail datang, dan istrinya menceritakan padanya perihal kedatangan seorang lelaki, Ismail berkata: "Itu adalah ayahku dan ia memerintahkan aku untuk meninggalkanmu, maka kembalilah engkau pada keluargamu." Kemudian Nabi Ismail menikahi wanita yang kedua. Nabi Ibrahim mengunjungi istri keduanya dan bertanya kepadanya tentang keadaannya. Lalu ia menceritakan pada­nya bahwa mereka dalam keadaan baik-baik dan dikaruniai nikmat. Nabi Ibrahim puas terhadap istri ini dan memang ia cocok dengan anaknya. Barangkali Nabi Ibrahim menggunakan kemampuan spiritualnya dan cahaya yang mampu menyingkap kegaiban yang dimilikinya.

Nabi Ibrahim menyiapkan Ismail untuk mengemban tugas yang besar. Yaitu tugas yang membutuhkan kerja keras kemanusiaan seluruhnya dan waktunya seluruhnya serta kenyamanannya seluruhnya.

Ismail menjadi besar dan mencapai kekuatannya. Nabi Ibrahim mendatanginya. Tibalah saat yang tepat untuk menjelaskan hikmah Allah SWT yang telah terjadi dari perkara-perkara yang samar. Nabi Ibrahim berkata kepada Ismail: "Wahai Ismail, sesungguhnya Allah SWT memerintahkan padaku suatu perintah" ketika datang perintah pada Nabi Ibrahim untuk menyembelihnya, beliau menjelaskan kepadanya persoalan itu dengan gamblang. Dan sekarang ia hendak mengemukakan perintah lain yang sama agar ia mendapatkan keyakinan bahwa Ismail akan membantunya. Kita di hadapan perintah yang lebih penting daripada penyembelihan. Perintah yang tidak berkenaan dengan pribadi nabi tetapi berkenaan dengan makhluk.
Ismail berkata: "Laksanakanlah apa yang diperintahkan Tuhanmu padamu." Nabi Ibrahim berkata: "Apakah engkau akan membantuku?" Ismail menjawab: "Ya, aku akan membantumu." Nabi Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan aku untuk membangun rumah di sini." Nabi Ibrahim mengisyaratkan dengan tangannya dan menunjuk suatu bukit yang tinggi di sana.
Selesailah pekerjaan itu. Perintah itu telah dilaksanakan dengan berdirinya Baitullah yang suci. Itu adalah rumah yang pertama kali dibangun untuk menusia di bumi. Ia adalah rumah pertama yang di dalamnya manusia menyembah Tuhannya. Dan karena Nabi Adam adalah manusia yang pertama turun ke bumi, maka keutamaan pembangunannya kembali padanya. Para ulama berkata: "Sesungguhnya Nabi Adam membangunnya dan ia melakukan thawaf di sekelilingnya seperti para malaikat yang tawaf di sekitar arsy Allah SWT.

Nabi Adam membangun suatu kemah yang di dalamnya ia menyembah Allah SWT. Adalah hal yang biasa bagi Nabi Adam— sebagai seorang Nabi—untuk membangun sebuah rumah untuk menyembah Allah SWT. Tempat itu dipenuhi dengan rahmat. Kemudian Nabi Adam meninggal dan berlalulah abad demi abad sehingga rumah itu hilang dan tersembunyi tempatnya. Maka Nabi Ibrahim mendapatkan perintah dari Allah SWT untuk membangun kedua kalinya agar rumah itu tetap berdiri sampai hari kiamat dengan izin Allah SWT. Nabi Ibrahim mulai membangun Ka'bah. Ka'bah adalah sekumpulan batu yang tidak membahayakan dan tidak memberikan manfaat. Ia tidak lebih dari sekadar batu. Meskipun demikian, ia merupakan simbol tauhid Islam dan tempat penyucian kepada Allah SWT. Nabi Adam memiliki tauhid yang tinggi dan Islam yang mutlak. Nabi Ibrahim pun termasuk seorang Muslim yang tulus dan ia bukan termasuk seorang musyrik.

Batu-batu rumah itu telah dibangun dari ketenteraman hati Nabi Adam dan kedamaian Nabi Ibrahim serta cintanya dan kesabaran Nabi Ismail serta ketulusannya. Oleh karena itu, ketika Anda memasuki Masjidil Haram Anda akan merasakan suatu gelombang kedamaian yang sangat dalam. Terkadang pada kali yang pertama engkau melihat dirimu dan tidak melihat rumah dan pemeliharanya. Dan barangkali engkau melihat rumah pada kali yang kedua namun engkau tidak melihat dirimu dan Tuhanmu. Ketika engkau pergi ke haji engkau tidak akan melihat dirimu dan rumah itu yang engkau lihat hanya pemelihara rumah itu. Ini adalah haji yang hakiki. Inilah hikmah yang pertama dari pembangunan Ka'bah.

Sungguh kedua nabi yang mulia itu telah mencurahkan tenaga keras dalam membangunnya. Mereka berdua menggali pondasi karena dalamnya tanah yang di bumi. Mereka memecahkan batu-batuan dari gunung yang cukup jauh dan dekat, lalu setelah itu memindahkannya dan meratakannya serta membangunnya. Tentu hal itu memerlukan tenaga keras dari beberapa pria tetapi mereka berdua membangunnya bersama-sama. Kita tidak mengetahui berapa banyak waktu yang digunakan untuk membangun Ka'bah sebagaimana kita tidak mengetahui waktu yang digunakan untuk membuat perahu Nabi Nuh. Yang penting adalah, bahwa perahu Nabi Nuh dan Ka'bah sama-sama sebagai tempat perlindungan manusia dan tempat yang membawa keamanan dan kedamaian. Ka'bah adalah perahu Nabi Nuh yang tetap di atas bumi selama-lamanya. Ia selalu menunggu orang-orang yang menginginkan keselamatan dari kedahsyatan angin topan yang selalu mengancam setiap saat.
Allah SWT tidak menceritakan kepada kita tentang waktu pembangunan Ka'bah. Allah SWT hanya menceritakan perkara yang lebih penting dan lebih bermanfaat. Dia menceritakan tentang kesucian jiwa orang-orang yang membangunnya dan doa mereka saat membangunnya:
"Tuhan kami, terimalah dari hand (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. " (QS. al-Baqarah: 127)
Itulah puncak keikhlasan orang-orang yang ikhlas, ketaatan orang-orang yang taat, ketakutan orang-orang yang takut, dan kecintaan orang-orang yang mencintai:
"Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau." (QS. al-Baqarah: 128)
Sesungguhnya kaum Muslim yang paling agung di muka bumi saat itu, mereka berdoa kepada Allah SWT agar menjadikan mereka termasuk orang-orang yang berserah diri pada-Nya. Mereka mengetahui bahwa hati manusia terletak sangat dekat dengan ar-Rahman (Allah SWT). Mereka tidak akan mampu menghindari tipu daya Allah SWT. Olah karena itu, mereka menampakkan kemurnian ibadah hanya kepada Allah SWT, dan mereka membangun rumah Allah SWT serta meminta pada-Nya agar menerima pekerjaan mereka.
Selanjutnya, mereka meminta Islam (penyerahan diri) pada-Nya dan rahmat yang turun pada mereka di mana mereka memohon kepada Allah SWT agar memberi mereka keturunan dari umat Islam. Mereka ingin agar jumlah orang-orang yang beribadah dan orang-orang yang sujud dan rukuk semakin banyak. Sesungguhnya doa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menyingkap isi had seorang mukmin. Mereka membangun rumah Allah SWT dan pada saat yang sama mereka disibukkan dengan urusan akidah (keyakinan). Itu mengisyaratkan bahwa rumah itu sebagai simbol dari akidah.
"Dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. " (QS. al-Baqarah: 128)
Perlihatkanlah kepada kami cara ibadah yang Engkau sukai. Perlihatkanlah kepada kami bagaimana kami menyembah-Mu di bumi. Dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang. Setelah itu, kepedulian mereka melampaui masa yang mereka hidup di dalamnya. Mereka berdoa kepada Allah SWT:
"Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur'an) dan al-Hikmah (as-Sunnah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. " (QS. al-Baqarah: 129)
Akhirnya, doa tersebut terkabul ketika Allah SWT mengutus Muhammad bin Abdillah saw. Doa tersebut terwujud setelah melalui masa demi masa. Selesailah pembangunan Ka'bah dan Nabi Ibrahim menginginkan batu yang istimewa yang akan menjadi tanda khusus di mana tawaf di sekitar Ka'bah akan dimulai darinya. Ismail telah mencurahkan tenaga di atas kemampuan manusia biasa. Beliau bekerja dengan sangat antusias sebagai wujud ketaatan terhadap perintah ayahnya. Ketika beliau kembali, Nabi Ibrahim telah meletakkan Hajar Aswad di tempatnya. "Siapakah yang mendatangkannya (batu) padamu wahai ayahku?" Nabi Ibrahim berkata: "Jibril as yang mendatangkannya." Selesailah pembangunan Ka'bah dan orang- orang yang mengesakan Allah SWT serta orang-orang Muslim mulai bertawaf di sekitarnya. Nabi Ibrahim berdiri dalam keadaan berdoa kepada Tuhannya sama dengan doa yang dibacanya sebelumnya, yaitu agar Allah SWT menjadikan had manusia cenderung pada tempat itu.

Karena pengaruh doa tersebut, kaum Muslim merasakan kecintaan yang dalam untuk mengunjungi Baitul Haram. Setiap orang yang mengunjungi Masjidil Haram dan kembali ke negerinya ia akan merasakan kerinduan pada tempat itu.

Allah SWT berfirman berkenaan dengan orang-orang yang mendebat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail:
"Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik. " (QS. Ali 'Imran: 67)
Allah SWT mengabulkan doa Nabi Ibrahim dan beliau yang pertama kali menamakan kita sebagai orang-orang Muslim. Allah SWT berfirman:
"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dan dahulu. " (QS. al-Hajj: 78). Nabi Ibrahim lah yang pertama kali menyebut 'KAUM MILSIMIN" kepada umat yang menyembah Allah SWT.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Ale Cobain | Mbah Google | Kampung Lurah
Copyright © 2012. Ale Cobain - All Rights Reserved
Template Modify by Ale Cobain
Proudly powered by Blogger