Home » » Kisah Nabi Nuh As

Kisah Nabi Nuh As

alecobain | 08.22 | 0 komentar
Berlalulah beberapa tahun dari kematian Nabi Adam. Bunga-bunga berguguran di sekitar kuburannya dan pohon-pohon dan batu-batuan tampak tidak bergairah. Banyak hal berubah di muka bumi. Dan sesuai dengan hukum umum, terjadilah kealpaan terhadap wasiat Nabi Adam. Kesalahan yang dahulu kembali terulang. Kesalahan dalam bentuk kelupaan, meskipun kali ini terulang secara berbeda.

Sebelum lahirnya kaum Nabi Nuh, telah hidup lima orang saleh dari kakek-kakek kaum Nabi Nuh. Mereka hidup selama beberapa zaman kemudian mereka mati. Nama-nama mereka adalah Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr. Setelah kematian mereka, orang-orang membuat patung-patung dari mereka, dalam rangka menghormati mereka dan sebagai peringatan terhadap mereka. Kemu­dian berlalulah waktu, lalu orang-orang yang memahat patung itu mati. Lalu datanglah anak-anak mereka, kemudian anak-anak itu mati, dan datanglah cucu-cucu mereka. Kemudian timbullah berbagai dongeng dan khurafat yang membelenggu akal manusia di mana disebutkan bahwa patung-patung itu memiliki kekuatan khusus.

Di sinilah iblis memanfaatkan kesempatan, dan ia membisikkan kepada manusia bahwa berhala-berhala tersebut adalah Tuhan yang dapat mendatangkan manfaat dan menolak bahaya sehingga akhirnya manusia menyembah berhala-berhala itu.

Nabi Nuh membuat revolusi pemikiran. Ia berada di puncak kemuliaan dan kecerdasan. Ia merupakan manusia terbesar di zamannya. Ia bukan seorang raja di tengah-tengah kaumnya, bukan penguasa mereka, dan bukan juga orang yang paling kaya di antara mereka. Kita mengetahui bahwa kebesaran tidak selalu berhubungan dengan kerajaan, kekayaan, dan kekuasaan. Tiga hal tersebut biasanya dimiliki oleh jiwa-jiwa yang hina. Namun kebesaran terletak pada kebersihan hati, kesucian nurani, dan kemampuan akal untuk mengubah kehidupan di sekitarnya. Nabi Nuh memiliki semua itu, bahkan lebih dari itu. Nabi Nuh adalah manusia yang mengingat dengan baik perjanjian Allah SWT dengan Nabi Adam dan anak-anaknya, ketika Dia menciptakan mereka di alam atom. Berdasarkan fitrah, ia beriman kepada Allah SWT sebelum pengutusannya pada manusia. Dan semua nabi beriman kepada Allah SWT sebe­lum mereka diutus. Di antara mereka ada yang "mencari" Allah SWT seperti Nabi Ibrahim, ada juga di antara mereka yang beriman kepada-Nya dari lubuk hati yang paling dalam, seperti Nabi Musa, dan di antara mereka juga ada yang beribadah kepada-Nya dan menyendiri di gua Hira, seperti Nabi Muhammad saw.

Terdapat sebab lain berkenaan dengan kebesaran Nabi Nuh. Ketika ia bangun, tidur, makan, minum, atau mengenakan pakaian, masuk atau keluar, ia selalu bersyukur kepada Allah SWT dan memuji-Nya, serta mengingat nikmat-Nya dan selalu bersyukur kepada-Nya. Oleh karena itu, Allah SWT berkata tentang Nuh:

"Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur." (QS. al-Isra': 3).

Nabi Nuh menjelaskan kepada kaumnya bahwa mustahil terdapat selain Allah Yang Maha Esa sebagai Pencipta. Ia memberikan pengertian kepada mereka, bahwa setan telah lama menipu mereka dan telah tiba waktunya untuk menghentikan tipuan ini. Nuh menyampaikan kepada mereka, bahwa Allah SWT telah memuliakan manusia: Dia telah menciptakan mereka, memberi mereka rezeki, dan menganugerahi akal kepada mereka. Manusia mendengarkan dakwahnya dengan penuh kekhusukan. Dakwah Nabi Nuh cukup mengguncangkan jiwa mereka. Laksana tembok yang akan roboh yang saat itu di situ ada seorang yang tertidur dan engkau meng-goyang tubuhnya agar ia bangun. Barangkali ia akan takut dan ia marah meskipun engkau bertujuan untuk menyelamatkannya.

Masyarakat yang menentang dakwahnya adalah para pembesar dari kaumnya. Mereka dikatakan al-Mala' karena mereka seringkali berkata. Misalnya mereka berkata kepada Nabi Nuh: "Wahai Nuh, engkau adalah manusia biasa." Padahal Nabi Nuh juga mengatakan bahwa ia memang manusia biasa. Allah SWT mengutus seorang rasul dari manusia ke bumi karena bumi dihuni oleh manusia. Seandainya bumi dihuni oleh para malaikat niscaya Allah SWT mengutus seorang rasul dari malaikat.

Berlanjutlah peperangan antara orang-orang kafir dan Nabi Nuh. Mula-mula, rezim penguasa menganggap bahwa dakwah Nabi Nuh akan mati dengan sendirinya, namun ketika mereka melihat bahwa dakwahnya menarik perhatian orang-orang fakir, orang-orang lemah, dan pekerja-pekerja sederhana, mereka mulai menyerang Nabi Nuh dari sisi ini. Mereka menyerangnya melalui pengikutnya dan mereka berkata kepadanya: "Tiada yang mengikutimu selain orang-orang fakir dan orang-orang lemah serta orang-orang hina."

Allah SWT berfirman:

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): 'Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesung­guhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan. Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: 'Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikutimu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang berdusta. " (QS. Hud: 25-27).

Nuh tetap melanjutkan dakwah di tengah-tengah kaumnya selama 950 tahun.

"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku, dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka. Mereka telah melakukan tipu-daya yang amat besar. Dan mereka berkata: 'Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali meninggalkan (pen­yembahan) wadd, suwa, yaghuts, yauq, dan nasr. Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang lalim itu selain kesesatan,'" (QS. Nuh: 21-24).

Datanglah hari di mana Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Nuh bahwa orang-orang yang beriman dari kaumnya tidak akan bertambah lagi. Allah SWT mewahyukan kepadanya agar ia tidak bersedih atas tindakan mereka. Maka pada saat itu, Nabi Nuh berdoa agar orang-orang kafir dihancurkan. la berkata:

"Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi." (QS. Nuh: 26)

Nabi Nuh membenarkan doanya dengan alasan:

"Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat dan kafir. " (QS. Nuh: 27).

Kemudian Allah SWT menetapkan hukum-Nya atas orang-orang kafir, yaitu datangnya angin topan. Allah SWT memberitahu Nuh, bahwa ia akan membuat perahu ini dengan "pengawasan Kami dan wahyu kami," yakni dengan ilmu Allah SWT dan pengajaran-Nya, serta sesuai dengan pengarahan-Nya dan bantuan para malaikat.

Allah SWT berfirman:

"Dan mulailah Nuh membuat bahtera itu. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan metewati Nuh, mereka mengejeknya. Berkatalah Nuh: 'Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) akan mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek kami. Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakan dan yang akan ditimpa azab yang kekal." (QS. Hud: 38-39).

Selesailah pembuatan perahu dan duduk menunggu perintah Allah SWT. Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Nuh bahwa jika ada yang mempunyai dapur, maka ini sebagai tanda dimulainya angin topan. Di sebutkan bahwa tafsiran dari at-Tannur ialah oven (alat untuk memanggang roti) yang ada di dalam rumah Nabi Nuh. Jika keluar darinya air dan ia lari maka itu merupakan perintah bagi Nabi Nuh untuk bergerak. Maka pada suatu hari tannur itu mulai menunjukkan tanda-tandanya dari dalam rumah Nabi Nuh, lalu Nabi Nuh segera membuka perahunya dan mengajak orang-orang mukmin untuk menaikinya. Jibril turun ke bumi. Nabi Nuh membawa burung, binatang buas, binatang yang berpasang-pasangan, sapi, gajah, semut, dan lain-lain. Dalam perahu itu, Nabi Nuh telah membuat kandang binatang buas.

Jibril menggiring setiap dua binatang yang berpasangan agar setiap spesies binatang tidak punah dari muka bumi. Ini berarti bahwa angin topan telah menenggelamkan bumi semuanya, kalau tidak demikian maka buat apa ia harus mengangkut jenis binatang-binatang itu. Binatang-binatang mulai menaiki perahu itu beserta orang-orang yang beriman dari kaumnya. Jumlah orang-orang mukmin sangat sedikit. Allah SWT berfirman:

"Hingga apabila perintah Kami datang dan tannur telah memancarkan air, Kami berfirman: 'Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkanlah pula) orang-orang yang beriman.' Dan tidak beriman bersama Nuh itu kecuali sedikit. " (QS. Hud: 40).

Istri Nabi Nuh tidak beriman kepadanya sehingga ia tidak ikut menaiki perahu, dan salah satu anaknya menyembunyikan kekafirannya dengan menampakkan keimanan di depan Nabi Nuh, dan ia pun tidak ikut menaikinya. Mayoritas manusia saat itu tidak ber­iman sehingga mereka tidak turut berlayar. Hanya orang-orang mukmin yang mengarungi lautan bersamanya. Ibnu Abbas berkata: "Terdapat delapan puluh orang dari kaum Nabi Nuh yang beriman kepadanya."

Air mulai meninggi yang keluar dari celah-celah bumi. Tiada satu celah pun di bumi kecuali keluar air darinya. Sementara dari langit turunlah hujan yang sangat deras yang belum pernah turun hujan dengan curah seperti itu di bumi, dan tidak akan ada hujan seperti itu sesudahnya. Lautan semakin bergolak dan ombaknya menerpa apa saja dan menyapu bumi. Perut bumi bergerak dengan gerakan yang tidak wajar sehingga bola bumi untuk pertama kalinya tenggelam dalam air sehingga ia menjadi bola air.

Air meninggi di atas kepala manusia, dan ia melampaui ketinggian pohon, bahkan puncak gunung. Akhirnya, permukaan bumi diselimuti dengan air. Ketika mula-mula datang topan, Nabi Nuh memanggil-manggil putranya. Putranya itu berdiri agak jauh dari­nya. Nabi Nuh memanggilnya dan berkata:

"Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir." (QS. Hud: 42)

Anak itu menjawab ajakan ayahnya:

"Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah." (QS. Hud: 43)

Nabi Nuh kembali menyerunya:

"Tidak add yang melindungi hari ini dari azab Allah selain orang yang dirahmati-Nya. " (QS. Hud: 43)

Selesailah dialog antara Nabi Nuh dan anaknya.

"Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan". (QS. Hud: 43).


Allah SWT berfirman: "Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya. " (QS. Hud: 45).

Nuh ingin berkata kepada Allah SWT bahwa anaknya termasuk dari keluarganya yang beriman dan Dia menjanjikan untuk menye­lamatkan keluarganya yang beriman. Allah SWT berkata dan menjelaskan kepada Nuh keadaan sebenarnya yang ada pada anaknya.

"Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan). Sesungguhnya perbuatannya tidak baik. Sebab itu, janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikatnya). Aku memperingatkan kepa-damu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.'" (QS. Hud: 46).


Topan yang dialami oleh Nabi Nuh terus berlanjut dalam beber­apa zaman di mana kita tidak dapat mengetahui batasnya. Kemudian datanglah perintah Ilahi agar langit menghentikan hujannya dan agar bumi tetap tenang dan menelan air itu, dan agar kayu-kayu perahu berlabuh di al-Judi, yaitu nama suatu tempat di zaman dahulu. Ada yang mengatakan bahwa ia adalah gunung yang terletak di Irak. Dengan datangnya perintah Ilahi, bumi kembali menjadi tenang dan air menjadi surut. Topan telah menyucikan bumi dan membasuhnya. Allah SWT berfirman:

"Dan difirmankan: 'Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,' dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukitjudi. Dan dikatakan: 'Binasalah orang-orang yang lalim. " (QS. Hud: 44).

Nabi Nuh turun dari perahunya dan ia melepaskan burung-burung dan binatang-binatang buas sehingga mereka menyebar ke bumi. Setelah itu, orangorang mukmin juga tumn. Nabi Nuh meletakkan dahinya ke atas tanah dan bersujud. Saat itu bumi masih basah karena pengaruh topan. Nabi Nuh bangkit setelah salatnya dan menggali pondasi untuk membangun tempat ibadah yang agung bagi Allah SWT. Orang-orang yang selamat menyalakan api dan duduk-duduk di sekelilinginya. Menyalakan api sebelumnya di larang di dalam perahu karena dikhawatirkan api akan menyentuh kayu-kayunya dan membakarnya. Tak seorang pun di antara mereka yang memakan makanan yang hangat selama masa topan.

Berlalulah hari puasa sebagai tanda syukur kepada Allah SWT. Al-Qur'an tidak lagi menceritakan kisah Nabi Nuh setelah topan sehingga kita tidak mengetahui bagaimana peristiwa yang dialami Nabi Nuh bersama kaumnya. Yang kita ketahui atau yang perlu kita tegaskan bahwa Nabi Nuh mewasiatkan kepada putra-putranya saat ia meninggal agar mereka hanya menyembah Allah SWT.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Ale Cobain | Mbah Google | Kampung Lurah
Copyright © 2012. Ale Cobain - All Rights Reserved
Template Modify by Ale Cobain
Proudly powered by Blogger